Welcome To My Blog's

Remember

Jumat, 12 November 2010

Cara Halus Bilang Tidak

Bagi Mary Kay Ash, pengusaha di bisnis kosmetik, manajemen waktu
sudah lama jadi perhatian utamanya. Ia sadar, telepon merupakan
sarana penting untuk mencapai sukses. Sayang, juga memboroskan
banyak waktu. Sebagai orang sibuk, tak jarang dering telepon dari
teman bisa menjadi masalah.

Maka setiap kali teman menelepon dan bertanya, "Punya waktu
sebentar?", jawaban Mary bukan "Maaf, saya sedang sibuk". Rupanya ia
sudah mempunyai kiat tersendiri. Sengaja dibelinya bel pintu, yang
dibunyikannya saat obrolan sudah melantur berlarut-larut. Kebetulan
juga ia memelihara anjing yang menyalak setiap kali bel berdering.
Maka ia lantas bisa berkata dengan enak, "Maaf, ada bel." Cara ini
akan sukses mengakhiri obrolan tak menentu tanpa menimbulkan rasa
sakit hati.

Umumnya kita memang sulit mengatakan "tidak". Seperti halnya Mary
Kay Ash, kita tak ingin menyinggung perasaan atau mengecewakan orang
lain. Sepanjang permintaan bicara itu penting, okelah. Tapi bila
kita sedang tidak siap atau sedang tak berselera ngobrol, justru
perasaan kita sendiri yang bisa tersiksa.

Sungguh keliru berkata "ya", kalau sesungguhnya kita ingin
berkata "tidak". Demikian pendapat terapis Herbert Fensterheim,
Ph.D., pengarang Don't Say Yes When You Want to Say No.

Bahkan ia yakin ketidaksanggupan berkata "tidak" bisa menimbulkan
konsekuensi negatif. Pertama, kita akan terbawa dalam kegiatan yang
kita sendiri tidak sreg untuk melakukannya. Membiarkan orang lain
ngerecoki, bisa menciptakan kekesalan dalam diri. Kedua, menyebabkan
kita kurang komunikatif dengan orang lain. Adakalanya secara tegas
mengatakan "tidak" bisa berarti amat menghemat waktu, di samping
memelihara ketenangan diri. Ternyata mengatakan "tidak" terhadap
permintaan atau ajakan, asalkan dengan cara yang halus, dinilai
cukup bijaksana.

Berikut ini beberapa cara bijak untuk mengatakan "tidak":

1. Sertakan pujian saat berkata "tidak". Delores, guru besar
Universitas East Coast di AS, punya jurus jitu menolak. Ia
melunakkan penolakannya dengan pujian. Saat diminta menjadi dewan
pengurus suatu organisasi, ia berkata, "Saya senang Anda
memperhatikan saya. Saya memang penggemar berat organisasi Anda,
sayang sekali jadwal saya tak memungkinkan menerima tawaran ini."
Begitu pula kita. Saat diajak makan siang, kita bisa menjawab, "Saya
senang diajak makan siang, tapi sayang banyak tugas yang tak bisa
dielakkan." Atau, saat diundang ke pesta, kita berkata, "Sangat
senang saya diundang ke rumah Anda. Bisa bertemu keluarga dan teman-
teman Anda. Tapi maaf saya tidak dapat hadir saat ini."

2. Menolak secara tegas dan meyakinkan. "Saya hargai Anda telah
mengantar koran setiap hari, tetapi kali ini saya terpaksa tidak
membacanya." Ini contoh penolakan halus. Menyusun jawaban menolak
secara meyakinkan memungkinkan kita tetap bisa menjaga
hubungan/persabahatan, sekaligus menghindari rasa sakit hati.
Jawaban tegas lain, "Tawarannya sangat bagus, tetapi maaf sekali
kami tidak mungkin menerimanya saat ini." "Gagasan bagus (atau
produk yang bagus), tapi belum kami perlukan saat ini."

3. Menawarkan kompromi. Karena tak mungkin menampung semua
permintaan, perlu dipertimbangkan tanggapan secara tegas dan
meyakinkan. Dalam buku Your Perfect Right: A Guide to Assertive
Living , Robert E. Alberti, Ph. D., dan Michael L. Emmons, Ph. D.,
memberikan contoh ini, "Ibu mertua menelepon untuk mengabarkan
rencananya mengunjungi Anda selama tiga minggu."

Pengarang buku itu mencatat tiga kemungkinan jawaban Anda:

a. Anda berpikir, "Aduh, celaka!", tapi berkata, "Kami senang Ibu
akan berkunjung. Tinggallah selama Ibu suka."

b. Anda pura-pura berterus terang dengan mengatakan bahwa anak-anak
sedang pilek, atau Anda pas ke luar kota saat dia berkunjungan.

c. Anda dapat menolak, tetapi dengan nada kompromistis, "Kami senang
Ibu akan datang, tapi kalau tidak terlalu lama, barangkali akan
lebih menyenangkan. Kita malah akan lebih cepat ingin bertemu lagi.
Masalahnya, anak-anak banyak kegiatan sekolah, atau, kami banyak
kegiatan lingkungan yang menyita waktu sepulang bekerja."

4. Berlatih layaknya tokoh masyarakat. Mereka umumnya berlatih agar
mampu menyampaikan tanggapan dengan percaya diri dan meyakinkan saat
berhadapan dengan wartawan. Prinsip yang sama juga berlaku bagi Anda
untuk menyatakan "tidak". Praktikkan dan berlatihlah di dalam hati
atau langsung di hadapan anggota keluarga atau teman.

5. Minta waktu. Dengan maksud menolak, kita bisa menjawab, "Coba
saya pikirkan dulu"; "Bagaimana kalau saya membicarakannya dengan
suami/istri, keluarga, dsb.?"; "Saya akan periksa agenda
dulu"; "Sekarang saya sungguh belum ada waktu. Bagaimana kalau saya
minta waktu 1 - 2 hari lagi untuk menanggapi?"

Siasat itu memberikan tiga keuntungan. Pertama, kita punya waktu
untuk membuat alasan yang bisa diterima. Kedua, masih ada kesempatan
bagi kita untuk mempertimbangkan lagi permintaan itu. Ketiga, kita
membuat senang orang lain dengan sikap seolah-olah menerima
permintaan itu secara serius.

6. Jawaban singkat dan to the point. Bulatkan pikiran dan katakan
secara terus terang penolakan itu. Contoh, "Maaf, saya tak bisa
duduk dalam kepengurusan yayasan ini." Singkat dan to the point.
Penjelasan panjang lebar, kenapa tidak dapat atau tidak setuju,
justru memungkinkan orang mengejar alasan-alasan kita. Sebuah contoh
dialami Louise. Ia pernah gagal menolak, karena menyampaikan banyak
alasan kenapa tak mau duduk dalam kepengurusan yayasan penyelenggara
pendidikan pra-sekolah, tempat anaknya (4 tahun) menjalani
pendidikan.

"Saya menjelaskan bahwa pengurus rapat setiap minggu dan saya tak
punya waktu senggang. Saya juga tidak mempunyai sarana trasportasi
malam hari. Saya malah tersudut ketika mereka menanggapi, 'Anda
tidak harus datang setiap minggu, cukup dua minggu sekali. Jangan
cemas soal angkutan, akan ada anggota pengurus yang menjemput.'"
Jadi, jawaban terbaik adalah singkat dan sederhana, "Maaf, tidak,
saya tidak dapat duduk dalam kepengurusan yayasan!"

7. Katakan "tidak". Cara terbaik untuk menolak adalah dengan
berkata "tidak". Jangan takut berkata "tidak". Jika kita menyanggupi
semua permintaan orang lain, dari duduk dalam kepengurusan atau
kepanitiaan, menghadiri makan siang dan makan malam, dst. jelas kita
tidak akan punya waktu untuk mengerjakan hal lain. Ikut berperan
serta itu baik, sepanjang ada waktu. Bagaimana mungkin kita dapat
mengelola waktu, jika waktu itu sudah kita berikan kepada setiap
orang?

Begitu kita terbiasa berkata "tidak", kita pun akan merasakan
keuntungannya. Harga diri semakin kuat, rasa gelisah dan depresi
berkurang, dan kita pun semakin profesional. (Rye/Victor M.
Parachin)

Sumber: Disadur dari Majalah Intisari Edisi Mei 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Talk & Share


ShoutMix chat widget