Alkisah, suatu hari Budha Sakyamuni duduk di pondok sebuah hutan bambu. Para pengikutnya yang bepergian keluar meminta sedekah satu persatu sudah kembali. Mereka mengambil air di pinggir danau, mencuci bersih kaki dan tangan mereka dari debu selama perjalanan.
Mereka dengan tenang datang dan duduk bersila dihadapan Budha mendengar ceramah Budha. Budha duduk bersila dengan welas asih dan mulai bercerita kepada murid-muridnya.
Di dunia ini ada 4 jenis kuda, kuda yang pertama adalah kuda yang penurut, pemiliknya memasang pelana dan penutup mata. Sehari dia dapat berjalan ribuan kilometer, kecepatannya bagaikan meteor. Ketika pemiliknya mengangkat pecutnya (cambuk), melihat bayangan pecut dia sudah tahu kemauan pemiliknya. Kuda itu bergerak maju atau mundur, cepat atau lambat, segera memahami kemauan pemiliknya sehingga dengan cepat bisa mencapai tujuan. Dia adalah kuda penurut yang paling baik.
Jenis kuda yang kedua, ketika pemiliknya mengangkat pecutnya, dia melihat bayangan pecut, tetapi tidak segera bergerak. Ketika pecut tersebut memecut ke ekornya, dia baru tahu kemauan pemiliknya, lari dengan cepat, dapat dikatakan responnya cepat, merupakan seekor kuda kuat yang cukup baik.
Jenis kuda yang ketiga, tidak peduli pemiliknya berkali-kali melecutkan pecutnya, ketika melihat bayangan pecut, tidak mempunyai respon. Ketika perut bagaikan tetesan hujan memercut ke ekornya, dia masih tidak bergerak, responnya sangat lamban. Ketika pecutnya menghantam badannya dia baru sadar, bergerak sesuai dengan kemauan pemiliknya. Dia adalah seekor kuda dengan respon yang lamban.
Jenis kuda yang keempat, ketika pemiliknya membunyikan pecut, dia tidak peduli. Ketika pecut berkali-kali memercut ke badannya, dia masih tidak peduli. Ketika majikannya menjadi sangat marah dan menyepak kakinya. Akhirnya, Kuda itu merasa kesakitan hingga menusuk tulang, sekujur tubuhnya berdarah, dia baru tersadar dari mimpinya, berlari dengan membabi buta. Dia adalah seekor kuda yang susah diatur, respon lamban, bandel dan kuda yang sangat pemarah.
Bercerita sampai disana, sang Budha istirahat sejenak.
Dengan pandangan mata lembut memandang ke murid-muridnya. Melihat para muridnya dengan serius mendengarnya, di dalam hatinya merasa puas. Lalu Budha melanjutkan ceritanya.
”Para muridku! Ke empat jenis kuda ini bagaikan manusia yang mempunyai bakat dasar yang berbeda. Manusia yang pertama ketika mendengar perubahan didunia ini, kehidupan yang akan dimusnahkan oleh petaka, dengan cepat sadar, dengan giat berusaha berbuat lebih baik yang dapat merubah nasibnya. Seperti jenis kuda yang pertama, melihat bayangan pecut sudah dapat melesat kedepan dengan cepat, tidak menunggu pecutan maut merengut nyawanya baru menyesal kemudian.”
“Jenis manusia yang kedua, melihat kehidupan di dunia ini yang beraneka ragam, nasib baik dan nasib malang yang menimpa, kelahiran dan kematian, dengan cepat dapat memecut diri sendiri dengan cepat berbuat lebih baik lagi. Seperti jenis kuda yang kedua, percut baru mengena ke ekornya segera sadar dan melesat lari dengan cepat mencapai tujuan.”
“Jenis manusia yang ketiga, melihat sanak keluarga dan kerabat sebelum meninggal terjangkit penyakit menanggung penderita tubuh yang membusuk dan kesakitan sampai meninggal, baru sadar dan mulai menghargai kehidupan dan berbuat lebih baik. Seperti jenis kuda yang ketiga ketika merasakan percutkan yang sangat menyakitkan segenap tubuh baru tersadar, responnya sangat lamban.”
“Sedangkan jenis manusia keempat, jika diri sendiri yang terkena penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan maut sedang menanti, pada saat ini baru menyesal. Kenapa dahulu tidak berusaha berbuat lebih baik, menyia-yiakan kehidupan di dunia ini. Seperti jenis kuda yang keempat, ketika kesakitan bagaikan menusuk ke tulang, baru berlari dengan cepat. Tetapi semua itu sudah terlambat.” (Erabaru/hui)
sumber : http://erabaru.net/cerita-budi-pekerti/71-cerita-budi-pekerti/16386-empat-ekor-kuda-dan-empat-jenis-manusia#comments
Tidak ada komentar:
Posting Komentar